Penggunaan Istilah Islami Maasyaa Allaah dan Insyaa Allaah



Penggunaan Istilah Islami Maasyaa Allaah


Dalam surah Al-Kahfi ayat 33-45 Allah Ta’ala menceritakan kisah dua orang. Salah satu dari mereka menceritakan mengenai kebunnya yang penuh dengan kurma-kurma. Di tengahnya mengalir sungai yang dengannya ia mengaliri kebunnya dan setiap tahun menghasilkan buah. Namun ia dengan bangga mengatakan kepada orang yang kedua bahwa, “Saya tidak pernah bisa membayangkan bahwa kebun saya akan rusak dan saya juga tidak meyakini hari kiamat bahwa saya akan dikembalikan kepada Tuhan saya”.


Setelah mendengar semua perkataan ini dari orang pertama, orang kedua mengatakan bahwa, “Kamu mengingkari Dzat yang telah menciptakanmu dari tanah dan nutfah dan menjadikanmu seorang laki-laki yang sempurna. Ketika kamu memasuki kebun yang merupakan anugerah dari Tuhan, mengapa kamu tidak mengatakan Maasyaa Allaah atau Laa haula wa laa quwwata illaa billaah, yang artinya, “Apa yang dikehendaki Allah Ta’ala, maka itulah yang terjadi” dan bahwa, “Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah." Jika engkau melihatku lebih rendah darimu dari sisi harta dan anak keturunan, maka tidak lama lagi Tuhanku akan memberikan kepadaku rezeki yang lebih banyak dari kebunmu dan Dia akan menurunkan atas kebunmu suatu azab dari langit sebagai bahan muhasabah (introspeksi) dan mengubahnya menjadi lahan yang tandus.” Kemudian terjadilah seperti demikian, kebun tersebut menjadi rusak dan ia mengatakan, “Seandainya! Aku tidak menyekutukan Tuhan-Ku dengan siapa pun.”


Dari permisalan-permisalan yang dijelaskan Al-Qur’an ini dan juga banyak hadits-hadits lain didapatkan pelajaran bahwa seseorang harus mengucapkan “Maasyaa Allaah” setelah mendapatkan bagi dirinya suatu keistimewaan, kebaikan, kehormatan atau suatu nikmat dan harta kekayaan duniawi. Dengan melakukan ini Allah Ta’ala akan memberikan lebih banyak lagi. 


Di negara-negara Asia kita sering melihat bahwa di depan rumah yang megah atau di bagian belakang mobil tertulis Maasyaa Allaah sehingga orang yang melewati rumah tersebut akan mengatakan Maasyaa Allaah dam mendoakan si pemilik rumah atau setelah melihat dan membaca tulisan Maasyaa Allaah di mobil itu, maka itu akan menjadi doa bagi mobil tersebut atau si pemilik mobil. 


Dalam hal ini terdapat pelajaran juga bahwa ketika melihat pada diri seseorang suatu kebaikan, keistimewaan atau suatu nikmat duniawi, alih-alih merasa iri, seseorang hendaknya mengucapkan kalimat Maasyaa Allaah dan berdoa untuk mendapatkan kebaikan, kelebihan atau nikmat tersebut. 


Manusia hendaknya bertawakal kepada Allah Ta’ala setiap saat. Hendaknya ia tunduk kepadanya. Hendaknya ia bersyukur atas semua nikmat-nikmat yang telah didapatkan dari-Nya. Namun sebagian orang mulai membanggakan kekayaannya dan menyombongkan diri, yang kesudahannya mengerikan bahkan neraka. Allah Ta’ala melarang manusia berjalan di bumi dengan menyombongkan diri. Hadhrat Rasulullah (saw) bersabda, “Seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walau sebesar biji sawi, ia tidak akan masuk surga.” (Muslim, Kitaabul iimaan)


Di dalam Al-Qur’an dikatakan mengenai Allah Ta’ala bahwa Dia tidak menyukai orang-orang yang takabur, sombong dan berbangga diri. Dalam hal ini termasuk juga sikap pamer dan egoisme yang tidak disukai oleh Allah dan Rasul-Nya. Bahkan juga dilarang memuji secara berlebihan yang merupakan bagian dari kebiasaan masyarakat kita. Untuk menyenangkan bos kita, kita memuji-mujinya mengenai hal-hal yang secara umum sebenarnya tidak terdapat pada bos kita. 


Suatu kali di hadapan Hadhrat Rasulullah (saw) seseorang memuji seorang lain dengan cara yang berlebihan. Beliau Saw bersabda, “Kamu telah membinasakannya.” Dan dalam riwayat lain beliau Saw bersabda, “Kamu telah memotong lehernya.” Beliau Saw melarang melakukan pujian semacam ini yang dengannya menanamkan bibit-bibit keangkuhan dan kesombongan dalam diri orang yang dipuji. Alhasil, hendaknya manusia jangan menganggap kebaikan dalam dirinya sebagai hasil dari usahanya, melainkan hendaknya menisbahkannya pada Allah Ta’ala. Karena Allah Ta’ala berfirman, janganlah membanggakan apa yang Allah Ta’ala telah berikan. 


Hadhrat Khalifatul Masih Ats-Tsani r.a. dalam menafsirkan ayat-ayat surah Al-Kahfi di atas menyatakan orang kedua dalam permisalan tersebut sebagai seorang Muslim. Beliau r.a. menulis:


“Hati orang Islam tersebut merasa simpati. Ia mengatakan kepadanya, “Mengapa engkau tidak memasuki kebun itu sambil mengatakan bahwa segala kekuatan adalah milik Allah Ta’ala dan malah menganggap dirimu hebat.” (Tafsir Kabir, Jilid 4, Hal. 453)


Penggunaan Istilah Islami insyaa Allaah


Kata insyaa Allaah adalah salah satu dari istilah-istilah islami yang diperintahkan untuk diucapkan sebelum melakukan suatu pekerjaan di masa yang akan datang. Yakni, jika Allah Ta’ala menghendaki atau merestui, maka pekerjaan tersebut akan dapat dilakukan.


Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Kahfi 24-25 ditujukan kepada orang-orang Mukmin:


وَ لَا تَقُوۡلَنَّ لِشَیۡءٍ اِنِّیۡ فَاعِلٌ ذٰلِکَ غَدًا ﴿ۙ۲۴﴾ اِلَّاۤ اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ ۫ وَ اذۡکُرۡ رَّبَّکَ اِذَا نَسِیۡتَ وَ قُلۡ عَسٰۤی اَنۡ یَّہۡدِیَنِ رَبِّیۡ لِاَقۡرَبَ مِنۡ ہٰذَا رَشَدًا ﴿۲۵﴾


Dan jangalah engkau mengatakan tentang sesuatu, “Aku pasti akan mengerjakannya besok hari. “Kecuali bila Allah menghendaki.” Dan ingatlah kepada Tuhan engkau bila engkau lupa dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhan-ku akan menunjukki aku kepada apa yang bahkan lebih dekat dari ini kepada jalan yang benar.” (Al-Kahfi: 24-25)


Dalam menjelaskan ayat ini, Hadhrat Khalifatul Masih Al-Awwal r.a. bersabda:


اِلَّاۤ اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ:


Ketika tidak ada pemikiran tentang keagungan dan kekuasaan Allah Ta’ala, maka hasilnya tidak akan baik. Contoh pertama adalah saudara-saudara Hadhrat Yusuf a.s. yang mana mereka memberikan pernyataan dengan kata-kata  اِنَّا لَہٗ لَحٰفِظُوْنَ (Yusuf: 13),  اِنَّا لَہٗ لَنَاصِحُوْنَ (Yusuf: 12) dan  اِنَّا لَفَاعِلُوْنَ (Yusuf 62). Namun tidak menepatinya. (Dzamiimah Akhbaar Badar, 10 Maret 1910)


Ada satu kisah yang lebih menyedihkan dari itu. Orang-orang mengenal nama Hadhrat Daud a.s. dan Hadhrat Sulaiman a.s. Namun nama anak-anak Hadhrat Sulaiman a.s. tidak mendapatkan kemasyhuran seperti halnya kakek dan ayahnya, dan nama cucu-cucunya hampir hilang tidak terdengar. Rahasia dari hal ini disebutkan dalam hadits. Hadhrat Sulaiman a.s. suatu kali berkata, “Istri-istriku ada banyak. Dari mereka akan lahir banyak putra-putra dan orang-orang besar.” Beliau a.s. tidak menyertai pernyataan ini dengan mengucapkan insyaa Allaah. Hasilnya menjadi buruk. Diketahui bahwa Hadhrat Rasulullah Saw juga ingin mengungkapkan keinginan beliau Saw untuk hijrah. Kemudian Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah insyaa Allaah.” (Haqaiqul Furqan, Jilid, Hal. 10-11)


Allah Ta’ala di berbagai tempat dalam Al-Qur’an menyebutkan mengenai penggunaan kata ini oleh para Nabi a.s. dan kaum mereka. Sebagaimana dalam surat Al-Baqarah ayat 71 kaum Hadhrat Musa a.s. berkata, 


وَ اِنَّاۤ اِنۡ شَآءَ اللّٰہُ لَمُہۡتَدُوۡنَ


Dan sesungguhnya jika Allah menghendaki niscaya kami akan mendapat petunjuk. 


Dalam surah Yusuf ayat 100 Hadhrat Yusuf a.s. mengatakan,


 اِن شَآءَ اللّٰہُ اٰمِنِیۡنَ


insyaa Allaah dalam keadaan aman.


Dan dalam surah Al-Kahfi ayat 70 Hadhrat Musa a.s. berkata,

 سَتَجِدُنِیۡۤ اِنۡ شَآءَ اللّٰہُ صَابِرًا


Insyaa Allaah akan engkau dapati aku orang yang sabar. 


Dan dalam surah Al-Qashash ayat 28 mertua Hadhrat Musa a.s. mengatakan kepada Hadhrat Musa a.s. bahwa,


سَتَجِدُنِیۡۤ اِنۡ شَآءَاللّٰہُ مِنَ الصّٰلِحِیۡنَ


insyaa Allaah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang saleh.


Terbukti juga dari hadits-hadits bahwa Hadhrat Rasulullah Saw dan para sahabatnya juga biasa menulis, mengucapkan dan membaca kalimat insyaa Allaah. Terdapat riwayat dalam Tirmidzi bahwa:


اَنَّ رَسُوْلَ اللّٰہ قَالَ مَنْ حَلَفَ عَلٰی الیَمِیْنِ فَقَالَ اِنْ شَاءَاللّٰہ فَلَا حنث عَلَیْہِ


Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa bersumpah, maka hendaknya ia mengatakan insyaa Allaah. Maka tidak ada dosa atasnya.” (Tirmidzi)


Kemudian Hadhrat Rasulullah Saw bersabda:


“Setiap Nabi menyeru pada suatu perkara penting. Aku ingin menyeru umat pada suatu seruan yang insyaa Allaah akan menjadi syafaat bagi umatku di hari kiamat.” (Shahih Muslim, Hadits 295)


Berdasarkan satu hadits lain, Hadhrat Rasulullah Saw bersabda pada seseorang, 


سَاَفْعَلُ اِنْ شَاءَ اللّٰہ


Yakni, insyaa Allaah aku pasti akan melakukannya.”


Jadi, kalimat suci ini diucapkan ketika seseorang berencana untuk melakukan pekerjaan di masa depan, maka dia hendaknya berdoa untuk keberkatan pekerjaan tersebut dengan mengucapkan insyaa Allaah. Manusia itu  lemah, tidak berdaya dan bergantung dalam setiap situasi. Ia hendaknya tidak pernah mengandalkan dirinya sendiri, melainkan harus merujuk pada Allah Ta’ala dan memohon bantuan dari-Nya. Bahkan Al-Qur’an memberikan petunjuk bahwa jika kalian lupa mengucapkan insyaa Allaah, maka ucapkanlah itu ketika kalian ingat. (Al-Kahfi: 25). 


Demi mengikuti dan mentaati perintah Al-Qur’an dan sunnah serta ajaran Hadhrat Rasulullah Saw ini kita harus membudayakan istilah Islami ini dan kita hendaknya menggunakan kata insyaa Allaah ini ketika menyebutkan mengenai suatu pekerjaan yang akan dilakukan di masa yang akan datang baik dalam lisan maupun tulisan. 


Terdapat dalam hadits, bahwa dengan mengucapkan dan membaca satu huruf Al-Qur’an maka akan dituliskan 10 kebaikan dan 10 keburukan akan dihapus. Dalam kata insyaa Allaah ini digunakan 9 huruf. Sesuai dengan sabda Nabi tersebut, dengan mengucapkan insyaa Allaah, maka akan dituliskan 90 kebaikan dan 90 keburukan akan dihilangkan. Dan menghapuskan keburukan sebenarnya adalah suatu kebajikan, sehingga dengan demikian seseorang dapat memperoleh 180 kebaikan. 


(Muhammad Hasyim, disadur dari alfazlonline.org) 










Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penyejuk Mataku adalah Salat

Tujuh Makna Waqaf dan Tanggung Jawab Para Orang Tua Waqf-e-Nou

Bagaimana Menjalin Hubungan Yang Erat Dengan Allah Ta'ala?