Istighfar: Sebuah Doa Perlindungan, Pencegahan dan Obat


Salah satu dari antara istilah-istilah Islami adalah astagfirullaah, yang biasa disebut istighfar atau taubat. Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an berulang kali memerintahkan orang-orang mukmin untuk bertaubat dan beristighfar atas kesalahan-kesalahannya yang telah lalu dan menahan diri dari mengulangi kesalahan-kesalahan tersebut di masa yang akan datang. Sebagaimana dikatakan:

 وَ اسۡتَغۡفِرُوا اللّٰہَ

Dan mohonlah ampunan kepada Allah. (Al-Baqarah: 200)

وَ بِالۡاَسۡحَارِ ہُمۡ یَسۡتَغۡفِرُوۡنَ

Dan mereka sibuk dalam beristighfar di waktu subuh. (Adz-Dzaariyyaat: 19)


Bahkan Allah Ta’ala tidak hanya memerintahkan beristighfar untuk memohon ampunan bagi dosa-dosanya sendiri, melainkan menasihatkan juga untuk memohon maghfiroh bagi orang-orang beriman lainnya dan berdoa untuk ampunan bagi mereka. Sebagaimana Dia berfirman:

وَ اسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۡۢبِکَ

Dan mohonlah ampunan bagi dosa-dosamu sendiri. (Muhammad: 20)

Kemudian Dia juga berfirman:

فَاعۡفُ عَنۡہُمۡ وَ اسۡتَغۡفِرۡ لَہُمۡ

Maka maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan bagi mereka. (Ali Imran: 160)

Dalam kitab-kitab hadits juga banyak dijelaskan mengenai keutamaan istighfar dan penekanan terhadapnya. Bahkan istighfar dan taubat itu dikaitkan dengan prasangka baik terhadap Allah. Hadhrat Rasulullah Saw bersabda, “Rasa senang Allah Ta’ala atas taubatnya seorang hamba lebih besar dibandingkan rasa senang seseorang yang menemukan kembali untanya yang penuh muatan makanan dan minuman yang hilang di padang gurun. ((Bukhari, Kitaabud Da’waat)

Seraya memberikan nasihat mengenai istighfar, Hadhrat Rasulullah Saw dengan penuh semangat dan antusias menceritakan suatu peristiwa pemberian ampunan atas seseorang dari umat terdahulu dan beliau Saw merasa senang mengisahkan rahmat dan kasih sayang Allah Ta’ala terhadap umat manusia. Peristiwa itu sebagai berikut:

Di antara orang-orang sebelum kalian ada seseorang yang telah membunuh 99 orang. Akhirnya di dalam hatinya timbul penyesalan. Ia mendatangi seorang Ulama yang sudah sepuh dan menanyakan mengenai taubat dari dosanya tersebut. Yang kemudian ulama sepuh tersebut memberitahukan kepadanya mengenai seorang zuhud atau seorang yang meninggalkan kesenangan dunia. Orang itu mendatanginya dan menanyakan mengenai taubat. Ia menjawab, “Bagaimana mungkin taubat seseorang yang telah membunuh 99 orang bisa diterima?”. Mendengar ini, orang tersebut membunuh hamba yang zuhud ini sehingga menggenapkannya menjadi seratus. Kemudian ia merasa menyesal. 

Diberitahukan kepadanya mengenai seorang ulama lainnya. Kemudian ia menanyakan mengenai taubatnya kepada ulama tersebut. Ulama tersebut mengatakan, “Mengapa tidak? Taubat bisa diterima. Pergilah kamu kepada seorang suci yang bernama pulan, ia sibuk dalam beribadah dan mengkhidmati agama.” Pembunuh itu pergi untuk mencari orang suci tersebut. Di setengah perjalanan ia meninggal dunia. Lalu malaikat rahmat dan azab bertengkar mengenai orang ini. Malaikat rahmat berusaha untuk membawanya ke surga karena ia telah bertaubat. Sedangkan malaikat azab mengatakan bahwa ia tidak melakukan suatu kebaikan apa pun, bagaimana ia bisa diampuni? Lalu muncul seorang malaikat yang berwujud manusia, yang kemudian kedua malaikat tadi menjadikan ia sebagai penengah mereka.

Setelah mendengar cerita mereka, ia mengatakan, “Ukurlah jarak dari tempat berangkatnya orang ini dan ukurlah juga jarak ke tempat yang ia tuju. Jika jarak yang telah ditempuh lebih jauh, maka silahkan malaikat rahmat membawanya ke surga. Ketika diukur, jarak ke tempat tujuan ternyata lebih dekat, lalu malaikat rahmat membawanya ke surga.” (Shahiih Muslim, Kitaabut taubat, Baab Qabuulut taubah)

Bahkan dalam riwayat lain dikatakan bahwa jarak yang telah ditempuhnya ternyata lebih sedikit. Para malaikat lalu menyeretnya untuk membuat jarak yang telah ditempuh menjadi lebih jauh, karena orang ini telah bertaubat dan Allah Ta’ala sangat menyukai taubat yang dilakukan dengan ketulusan hati.

Manusia rentan melakukan kesalahan dan banyak melakukan kesalahan-kesalahan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka bertaubat untuk dosanya itu dan beristighfar juga, namun mereka kembali melakukan kesalahan-kesalahan tersebut meskipun mereka tidak menginginkannya. Namun Allah Ta’ala Maha Pengampun dan Maha Penyayang, Dia menerima taubatnya dan berulangkali mengampuninyai. Itulah mengapa kita hendaknya menjadikan istighfar sebagai bagian dari rutinitas kita. 

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda:

“Pengertian dasar dari istighfar adalah, berkeinginan bahwa, “Hendaknya aku tidak melakukan suatu dosa, yakni senantiasa ma’shum (bebas dari dosa)”, dan makna lainnya yang merupakan derajat di bawanya adalah, “Semoga di masa yang akan datang aku terhindar dari akibat-akibat buruk dosa-dosaku”. (Tafsir Hadhrat Masih Mau’ud a.s., Jilid I, Hal, 685)

“Memohon air keselamatan dari mata air kehidupan hakiki untuk menjaga dan melestarikan kesegaran rohani atau dengan tujuan meningkatkan kesegaran tersebut, inilah perkara yang dengan kata lain Al-Qur’an namakan istighfar.” (Nuurul Haq, No. 1, Ruhani Khaazain, Jilid 9, Hal. 357)

Dalam memberikan nasihat mengenai istighfar, beliau a.s. bersabda:

“Menurut saya, tidak ada suatu doa perlindungan, pencegahan dan obat yang lebih baik dari istighfar.”

“Perbanyaklah membaca istighfar. Ini adalah cara bagi manusia untuk terbebas dari kesedihan.”

“Banyaklah membaca istighfar. Dengan itu dosa-dosa pun diampuni dan Allah Ta’ala juga menganugerahkan anak keturunan.” (Tafsir Hadhrat Masih Mau’ud a.s., Jilid I, Hal. 688)

Para Khalifatul Masih menghimbau para anggota Jema’at untuk senatiasa membaca istighfar. Hadhrat Khalifatul Masih Awwal r.a. bersabda:

“Setelah setiap ibadah diperintahkan untuk beristighfar. Lihatlah! Sujud adalah ibadah yang agung dan setelah sujud biasa dibaca:

اَللّٰھُمَّ اغْفِرْلِیْ وَارْحَمْنِیْ وَعَافِنِیْ۔

Demikian juga ketika selesai dari salat, maka kita biasa membaca istighfar. Demikian juga dijelaskan bahwa ketika menjelang selesainya ibadah haji, diperintahkan untuk membaca istighfar. Ketika Rasulullah Saw bangkit dari suatu majlis beliau biasa membaca istighfar hingga sebanyak 70-100 kali. (Haqaaiqul Furqaan, Jilid I, Hal. 337-338)

Tidak diragukan lagi, istighfar menjadi sarana untuk menghapuskan dosa. Dan ketika dosa dihapuskan dan ditutup, maka manusia menjadi pewaris keberkatan-keberkatan dan karunia-karunia yang tidak terhitung banyaknya.

Di sini timbul pertanyaan bahwa di dalam Al-Qur’an dan hadits terdapat beraneka ragam zikir. Jika istighfar harus dibaca, maka apakah zikir-zikir lainnya jangan dibaca atau hanya sedikit saja dibaca? Tidak ada perdebatan mengenai hal ini. Semua zikir-zikir yang diajarkan Islam memiliki kepentingan pada tempatnya masing-masing dan manusia juga akan mendapatkan keberkatan-keberkatannya. Mengenai zikir-zikir tersebut bisa juga dikatakan bahwa sebagaimana halnya manusia mandi menggunakan sabun dengan wangi yang beraneka ragam, menggunakan pakaian yang bersih, kemudian memakai parfum, maka demikian juga untuk mandi rohani, semua zikir ini adalah untuk membersihkan manusia. 

Terdapat riwayat dari Hadhrat Aisyah r.a. Beliau r.a. mengatakan bahwa Rasulullah Saw banyak membaca zikir ini:

’’سُبْحَانَ اللّٰهِ وَبِحَمْدِهٖ، أَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

Saya bertanya, “Ya Rasulullah! Saya melihat bahwa engkau banyak membaca:

’’سُبْحَانَ اللّٰهِ وَبِحَمْدِهٖ، أَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

Beliau Saw bersabda: “Tuhanku mengabarkan kepadaku bahwa aku akan segera melihat satu tanda dalam umatku dan ketika aku nanti melihatnya maka aku harus banyak membaca:

’’سُبْحَانَ اللّٰهِ وَبِحَمْدِهٖ، أَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

Aku telah melihat tanda itu. Tanda itu adalah:

 اِذَا جَآءَ نَصۡرُ اللّٰہِ وَ الۡفَتۡحُ ۙ﴿۲﴾ وَ رَاَیۡتَ النَّاسَ یَدۡخُلُوۡنَ فِیۡ دِیۡنِ اللّٰہِ اَفۡوَاجًا ۙ﴿۳﴾ فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّکَ وَ اسۡتَغۡفِرۡہُ ؕؔ اِنَّہٗ کَانَ تَوَّابًا ٪﴿۴﴾

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat. (Shahih Muslim)

Pada Juni 2012, dalam kunjungan ke Amerika, seorang Mahasiswi bertanya kepada Hadhrat Khalifatul Masih Al-Khamis atba. mengenai cara menghilangkan kegelisahan. Maka Huzur memberi jawaban:

Kekhawatiran dan kecemasan yang muncul di masyarakat, di rumah Anda, dengan mertua Anda dan di lingkungan Anda dapat dihilangkan dengan membaca istighfar dan membaca:

 لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّۃَ اِلَّابِاللّٰہِ الْعَلِیِّ الْعَظِیْمِ

(Alfazl international, 17 Agustus 2012)

Penyakit (virus) yang merepotkan, mematikan dan menular yang melanda dunia saat ini, jutaan orang telah meninggal dan tidak ada yang bisa dikatakan tentang masa depan dari virus ini. Dalam kondisi ini menjadi kewajiban kita orang-orang mukmin bahwa hendaknya kita beristighfar untuk diri kita sendiri, beristighfarlah juga untuk umat Islam secara keseluruhan dan banyaklah berdoa untuk keselamatan dan kesehatan seluruh manusia yang tinggal di dunia ini, karena ini adalah keluarga Allah dan kita adalah merupakan bagian darinya. Kita harus mewajibkan atas diri kita untuk berdoa bagi setiap orang dalam keluarga Allah. Semoga Allah Ta’ala melindungi umat manusia di seluruh dunia dari segala kesulitan dan musibah.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penyejuk Mataku adalah Salat

Tujuh Makna Waqaf dan Tanggung Jawab Para Orang Tua Waqf-e-Nou

Bagaimana Menjalin Hubungan Yang Erat Dengan Allah Ta'ala?