Pengorbanan Harta di Jalan Allah


Allah Ta’ala telah menciptakan manusia dengan tujuan supaya mereka beribadah kepada-Nya untuk meraih kedekatan-Nya, menjalani hidup sebagai seorang hamba yang sejati dan mengikuti shiraathal mustaqim untuk menuju qurub ilahi. Manusia baru bisa meraih keridhoan Allah Ta’ala apabila ia mengamalkan sekuat tenaga sarana-sarana yang Allah Ta’ala sendiri telah ajarkan. Dengan itu manusia akan termasuk dalam golongan orang-orang yang meraih kedekatan dengan Allah Ta’ala dan demikian juga ia menjadi pewaris surga abadi-Nya di kehidupan selanjutnya. 

Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an di samping telah memberikan perintah untuk beribadah, Dia juga telah memerintahkan untuk membelanjakan harta kita di jalan-Nya. Infaaq fii sabiilillaah maksudnya adalah membelanjakan harta kita secara ikhlas di jalan Allah Ta’ala untuk meraih keridhoan-Nya. Dalam bahasa Arab arti dari Nafaqa adalah membuat lubang besar di dinding. Dikarenakan orang yang membelanjakan harta di jalan Allah Ta’ala membuat lubang pada hartanya yang dengan melaluinya harta tersebut menuju pada Allah Ta’ala, oleh karena itu membelanjakan harta di jalan Allah disebut infaaq fii sabiilillaah

Di dalam Al-Qur’an banyak dijelaskan mengenai membelanjakan harta di jalan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ
  
Sekali-kali kalian tidak akan meraih kebaikan hingga kalian membelanjakan dari antara hal-hal yang kalian cintai. (Ali Imran: 93)

Dalam ayat ini Allah Ta’ala menjelaskan satu sifat dari orang-orang Mukmin bahwa mereka tidak takut untuk mempersembahkan sesuatu yang ia cintai di jalan Allah Ta’ala, karena Allah Ta’ala telah berjanji bahwa wujud yang Maha Mengetahui tersebut mengetahui dengan baik dan mengembalikan ganjaran dari kebaikan tersebut tanpa perhitungan.

Demikian juga Allah Ta’ala dalam satu ayat lain memberikan kabar suka kepada orang-orang yang mengorbankan harta dengan kata-kata yang pasti bahwa, “Belanjakanlah oleh kalian di jalan-Ku, aku akan mengembangkannya.” Merupakan kebajikan Allah Ta’ala yang sedemikian besar kepada kita bahwa Dia telah mengajarkan kita cara untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup, mengajarkan kita cara mencari nafkah dan kemudian Dia memerintahkan untuk membelanjakan sebagian dari harta pemberian-Nya itu demi Dia, dan berfirman bahwa seberapa banyak yang dibelanjakan, Allah Ta’ala akan meningkatkannya. Dia berfirman:

مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗٓ اَضْعَافًا كَثِيْرَةً ۗوَاللّٰهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۣطُۖ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ

Barangsiapa meminjami Allah denga pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan. (Al-Baqarah 246)

Di tempat lain berfirman:

اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
 
Orang-orang yang membelanjakan hartanya malam dan siang hari secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Al-Baqarah: 275)

Dalam Al-Qur’an begitu banyak disebutkan mengenai hal ini supaya manusia membelanjakan harta d i jalan Allah dan memperhatikan makhluk-Nya. Allah Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan orang yang seperti itu.

Apakah pengorbanan itu? Ini bergantung pada kondisi masing-masing waktu dan zaman. Misalnya di zaman Hadhrat Rasulullah Saw di samping jihad dengan berkorban harta, mengorbankan nyawa di dalam peperangan pun adalah penting, karena ketika itu berlangsung rangkaian kezaliman terhadap orang-orang Islam dari pihak orang-orang kafir dan di bawah kezaliman itu umat Islam ditarik ke dalam medan pertempuran. Di masa Rasulullah Saw kita mendapati teladan luhur dari pengorbanan-pengorbanan harta para sahabat r.a. yang menjadi penerang jalan bagi kita.

Infaaq fii sabiilillah dalam Hadits-hadits

Hadhrat Abu Hurairah (ra) meriwayatkan bahwa seseorang datang kepada Hadhrat Rasulullah Saw dan mengatakan, “Ya Rasulullah! Harta manakah yang dibelanjakan di jalan Allah yang mendapatkan pahala lebih banyak?” Beliau Saw bersabda:
Ketika kamu menginfakan dalam kondisi sehat, menginginkan harta, takut miskin, dan mendambakan kemewahan. Janganlah begitu menunda-nundanyahingga nyawa telah sampai di kerongkongan, barulah mengatakan bahwa berikanlah sekian untuk si fulan, sekian untuk si fulan. Padahal sekarang harta itu telah menjadi milik orang lain.” (Shahih Bukhari, Kitaabuz Zakaat, Baab Ayyush Shadaqatu Afdhalu)`

Diriwayatkan dari Hadhrat Abu Hurairah r.a. bahwa Hadhrat Rasulullah Saw bersabda:
Setia pagi dua malaikat turun. Seorang di antaranya mengakatan, “Ya Allah! Berikanlah lebih banyak kepada orang dermawan yang berkorban harta dan ciptakanlah lebih banyak orang-orang yang mengikuti jejak mereka. Yang kedua mengatakan, “Ya Allah! Binasakanlah orang-orang pelit yang menahan diri dari berkorban harta dan hancurkanlah harta benda mereka.” (Shahih Bukhari Kitaabuz Zakaat)

Standar nilai pengorbanan harta bukanlah dari jumlahnya, melainkan dari ketulusan, semangat dan niat yang dengan itu pengorbanan harta diberikan
Hadhrat Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa suatu kali Hadhrat Rasulullah Saw menceritakan kisah berikut: “Ada seseorang yang pergi ke padang gurun yang kering gersang, tiba-tiba awan datang menaungi. Ia mendengar suara dari awan itu bahwa, “Wahai awan! Siramilah kebun si fulan."

Awan tersebut berpindah ke arah tersebut dan menghujani dataran tinggi yang berbatu.
Air mulai mengaliri sebuah sungai kecil. Orang tersebut berjalan menyusuri pinggiran sungai kecil itu. Apa yang ia lihat, sungai kecil itu menuju ke sebuah kebun dan pemilik kebun mengalirkan air ke petakan-petakan kebunnya dengan menggunakan cangkul. Orang tersebut bertanya kepada pemilik kebun itu, “Wahai hamba Allah! Siapakah namamu?”. Ia menyebutkan nama yang sama seperti yang musafir itu dengar dari arah awan. 

Kemudian pemilik kebun itu bertanya kepada musafir tersebut, “Wahai hamba Allah! Mengapa engkau menanyakan namaku?”. 
Ia menjawab, “Saya mendengar suara dari awan yang menurunkan air yang kamu alirkan ini bahwa, “Wahai awan! Siramilah kebun si fulan.” Amalan apa yang telah engkau lakukan yang membuat engkau menerima ganjaran ini?”. Pemilik kebun itu mengatakan, “Baiklah jika anda menanyakan ini, dengarlah. Tata cara yang biasa saya lakukan adalah, hasil dari kebun ini sepertiganya saya belanjakan di jalan Allah. Sepertiganya saya simpan untuk biaya hidup keluarga saya dan sepertiganya lagi saya gunakan kembali sebagai benih untuk kebun-kebun tersebut.” (Shahih Muslim, Kitaabuz Zuhud)

Beberapa Peristiwa Menggugah Iman dari Pengorbanan Para Sahabat Rasulullah Saw

Sejarah Islam dipenuhi dengan contoh-contoh infaaq fii sabiilillaah. Pengorbanan-pengorbanan para pecinta Islam ini menjadi lentera penerang bagi kita dan menjadi sarana untuk menyegarkan keimanan kita. 
Bab-bab yang dituliskan oleh Hadhrat Rasulullah Saw dan para Sahabat radhiallahu ‘anhum dalam medan pengorbanan harta tidak didapati bandingannya dalam sejarah agama-agama.

Allah Ta’ala tidak hanya menerimanya pengorbanan-pengorbanan nyawa dan harta yang dipersembahkan para sahabat r.a. dalam mengikuti Hadhrat Rasulullah Saw, , bahkan Dia menganugerahkan julukan istimewa di dalam AL-Qur’an: “Radhiallahu ‘anhum wa rodhuu ‘anhu.” Yakni, Allah Ta’ala ridho kepada mereka dan mereka ridho terhadap Allah Ta’ala. 

Betapa agungnya wujud-wujud suci itu yang mengenai mereka Hadhrat Rasulullah Saw bersabda, “Permisalan para sahabatku adalah bagaikan bintang-bintang, jika kalian mengikuti salah satu dari mereka, maka kalian akan mendapatkan petunjuk.” 

Salah satu contoh kisah pengorbanan adalah peristiwa perlombaan antara Hadhrat Abu Bakar r.a. dan Hadhrat Umar Faruq r.a.

Pada kesempatan perang Tabuk Hadhrat Rasulullah Saw bersabda kepada para sahabat supaya mereka bersedekah. Hadhrat Umar r.a. meriwayatkan bahwa merupakan sebuah kebetulan yang baik, saat itu beliau memiliki cukup banyak harta. Beliau mengatakan di dalam hati, “Jika ada satu hari di mana saya bisa mengungguli Abu Bakar r.a., maka inilah harinya.” Maka saya mengambil setengah harta saya dan datang ke hadapan Hadhrat Rasulullah Saw. Beliau Saw bertanya, “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?”. Saya mengatakan, “Saya meninggalkan setengah harta.” Namun tak berapa lama kemudian Hadhrat Abu Bakar r.a. membawa seluruh harta di rumahnya. Hadhrat Rasulullah Saw menanyakan kepada beliau, “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?”. Beliau menjawab, “Untuk mereka aku meninggalkan Allah dan Rasul-Nya.” (Jami’ Tirmidzi, Kitaabul Manaaqib Abi Bakrin wa Umar, Hadits 3608)

Hadhrat Anas r.a. meriwayatkan bahwa Abu Thalhah Anshari adalah yang paling kaya dari antara para Anshor Madinah. Beliau memiliki banyak kebun kurma yang di antaranya yang paling bagus adalah bernama Biir Haa yang sangat disukai oleh Hadhrat Thalhah r.a. dan sangat dekat di depan masjid Nabawi. Hadhrat Rasulullah Saw biasa pergi ke kebun tersebut dan meminum air yang jenih dan segar dari sana. Ketika ayat ini turun bahwa:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ
 
Sekali-kali kalian tidak akan meraih kebaikan hingga kalian membelanjakan dari antara hal-hal yang kalian cintai. (Ali Imran: 93)

Maka Hadhrat Thalhah r.a. datang ke hadapan Hadhrat Rasulullah Saw dan mengatakan, “Ya Rasulullah! Ayat ini telah turun kepada anda dan harta yang paling saya cintai adalah kebun Biir Haa. Saya mensedekahkannya di jalan Allah dan saya berharap semoga Allah mengabulkan amal baik saya ini dan memasukkannya ke dalam harta akhirat saya.” Hadhrat Rasulullah Saw menggunakan kebun tersebut sesuai dengan keinginan beliau. Hadhrat Rasulullah Saw bersabda, “Harta yang sangat istimewa dan baik, sangat bermanfaat, dan apa yang engkau telah katakan, saya pun telah mendengarnya. Pendapat saya adalah, bagikanlah kebun ini kepada kerabat-kerabatmu dan sepupu-sepupumu.”
(Hadiiqatush Shaalihiin, Hal. 699-700, Edisi 2015)

Sabda-sabda Hadhrat Aqdas Masih Mau’ud a.s.

Hadhrat Aqdas Masih Mau’ud a.s. bersabda: 
"Seseorang yang merasa dirinya termasuk dalam lingkungan orang-orang yang telah berbaiat, baginya sekaranglah saatnya untuk mengkhidmati Jemaat ini dengan hartanya juga. Barangsiapa yang mampu memberikan satu sen, ia hendaknya memberikan setiap bulan satu sen untuk Jemaat. Barangsiapa yang bisa memberikan satu rupiah, maka ia hendaknya membayarkan satu rupiah setiap bulannya."

"Setiap orang yang telah berbaiat hendaknya memberikan bantuan derma sesuai dengan kemampuan, sehingga Allah Ta’ala juga akan menolongnya. Jika derma diserahkan secara rutin setiap bulannya, sekalipun itu dalam jumlah kecil, maka derma itu lebih bermanfaat daripada derma yang lalai dalam waktu sekian lama, kemudian pada suatu waktu derma itu diberikan atas prakarsanya sendiri."

"Ketulusan hati setiap orang bisa dikenali dari pengkhidmatannya. Wahai kalian yang kusayangi! Ini adalah masa pengkhidmatan untuk agama dan untuk kepentingan-kepentingan agama. Anggaplah masa ini sebagai ghanimah yang tidak pernah akan datang lagi.” (Bahtera Nuh, Ruhani Khazain, Jilid 19, Hal. 83)

Kemudian beliau a.s. bersabda:

"Seseorang tidak bisa mengklaim telah berbuat kebaikan dengan menginfakkan sesuatu yang tidak berguna dan sia-sia. Pintu kebaikan itu sempit, maka ingatlah di dalam hati bahwa seseorang tidak dapat memasukinnya dengan menginfakkan barang-barang yang tidak berguna dan sia-sia, karena terdapat ayat yang jelas:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ
 
Sekali-kali kalian tidak akan meraih kebaikan hingga kalian membelanjakan dari antara hal-hal yang kalian cintai. (Ali Imran: 93)

"Selama kalian belum menginfakkan barang-barang yang paling kalian cintai dan sayangi, selama itu kalian tidak akan meraih derajat seorang yang dicintai dan dikasihi (Allah Ta’ala). Jika kalian tidak ingin menanggung penderitaan, lalu bagaimana caranya supaya bisa mencapai keberhasilan dan kesuksesan? Apakah para sahabat telah sampai pada derajat yang mereka raih tersebut secara cuma-cuma? Betapa banyak pengeluaran dan kesulitan-kesulitan yang harus ditempuh untuk meraih gelar-gelar duniawi, lalu apakah kalian pikir gelar raadhiallahu ‘anhum yang merupakan tanda ketentraman hati, ketenangan kalbu dan kesenangan Tuhan didapatkan begitu saja dengan mudah?"

"Permasalahannya adalah, keridhoan Allah Ta’ala yang merupakan sumber kebahagiaan hakiki tidak bisa diraih selama belum menanggung kesulitan-kesulitan yang sementara. Tuhan tidak bisa ditipu. Selamat bagi mereka yang untuk meraih keridhoan ilahi tidak memperdulikan kesulitan, karena ia akan mendapatkan cahaya kesenangan dan ketentraman abadi setelah kesulitan sementara tersebut." (Laporan Jalsah Salanah 1897, Hal. 79, dikutip dari Tafsir Hadhrat Masih Mau’ud a.s., Jilid 3, Hal. 178)

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda:
Jika kalian melakukan amal kebaikan dan melakukan pengkhidmatan di masa ini, maka kalian telah memberikan pengesahan atas keimanan kalian dan umur kalian akan panjang, dan akan diberikan keberkatan dalam amalan kalian.” (Tabligh-e-Risaalat, Jilid 10, Hal. 56)

Mahdi Akhir Zaman, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda:

“Adalah jelas bahwa kalian tidak bisa mencintai dua hal dan tidaklah mungkin bagi kalian untuk mencintai kekayaan dan Tuhan secara bersamaan. Kalian hanya bisa mencintai satu saja. Maka beruntunglah orang yang mencintai Tuhan. Jika ada di antara kalian yang mencintai Tuhan lalu membelanjakan hartanya di jalan-Nya, maka saya memiliki keyakinan bahwa dalam hartanya akan diberikan keberkatan yang lebih dibandingkan yang lainnya, karena harta tidak datang dengan sendirinya, melainkan datang dengan kehendak Allah Ta’ala.” (Majmu’ah Isytiharaat, Jilid 3, Hal. 749)

Sabda-sabda Para Khalifah

Hadhrat Khalifatul Masih Awwal r.a. bersabda:
“Ingatlah dengan baik, candah yang diminta oleh para Nabi, itu bukanlah untuk diri mereka sendiri, melainkan untuk memberikan sesuatu kepada para pembayar candah tersebut. Ada banyak cara untuk mendekatkan diri pada Allah Ta’ala. Dari sekian banyak cara itu salah satunya adalah dengan cara ini.” (Haqaaiqul Furqaan, Jilid 1, Hal. 420)

Hadhrat Khalifatul Masih Ats-Tsani r.a. bersabda:

“Salah satu manfaat secara rohani dari infaq adalah, barangsiapa yang membelanjakan hartanya untuk Allah Ta’ala, ia secara perlahan akan semakin kuat dalam agama. Dikarenakan hal ini lah saya berulangkali mengatakan kepada para anggota Jemaat saya bahwa mereka yang lemah dari sisi agama dan tidak ambil bagian dalam amal-amal kebaikan, mintalah candah dari mereka, karena ketika ia berkorban harta maka dengannya ia akan meraih kekuatan iman dan keberaniannya akan meningkat dan ia akan mulai ambil bagian dalam kebaikan-kebaikan lainnya.” (Tafsir Kabir, Jilid 2, Hal. 612)

Hadhrat Khalifatul Masih Ats-Tsalits r.a. bersabda:

Allah Ta’ala berfirman, “Dengarlah! Kalian sedang diseru untuk pembelanjaan yang bertujuan supaya kalian menegakkan kecintaan kepada Allah Ta’ala di dunia ini dan menginfakkan harta di jalan Allah Ta’ala. Kalian tidak hanya diseru untuk infaq, tidak pula kalian diseru supaya membawa harta kalian dan mempersembahkannya di hadapan Jema’at, melainkan diserukan kepada kalian supaya membawa harta kalian dan mempersembahkannya dengan tujuan supaya manusia mulai berjalan di atas jalan menuju pada Allah Ta’ala dengan kesuksesan, kegembiraan dan kemurahan hati dan jalan-jalan ini menyampaikannya pada Rabb-Nya yang tercinta.” (Khutbat-e-Nashir, Jilid 2, Hal. 357)

Hadhrat Khalifatul Masih Al-Rabi’ r.h. bersabda:

“Bersamaan dengan orang-orang yang memiliki ketulusan untuk pengkhidmatan agama, terus lahir juga orang-orang yang tidak ragu untuk membelanjakkan harta, bahkan tidak ragu juga untuk mengorbankan waktu. Orang-orang yang baik seperti ini terus bermunculan dan ini adalah kebutuhan penting dari Jema’at ini yang harus kita penuhi.”
Hadhrat Khalifatul Masih Al-Rabi’ r.h. bersabda:
Mereka yang memberi di jalan Allah Ta’ala tidak pernah miskin. Yang Maha Pemberi Rezeki adalah Dia. Sebagai ungkapan cinta dan kasih sayang Dia meminta dari anda untuk membersihkan dan mensucikan hati anda.

وَاللّٰهُ الْغَنِيُّ وَاَنْتُمُ الْفُقَرَاۤءُ 

Dan Allah-lah Yang Mahakaya dan kamulah yang membutuhkan (karunia-Nya). (Muhammad : 38)

Allah Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an bahwa Allah Maha kaya, Dia lah yang telah memberikan kepada kalian segalanya. Bahkan sebelum kalian diciptakan pun Dia telah menyediakan segala sesuatunya untuk kalian. Dia adalah Raja dari seluruh semesta alam. Khazanahnya tidak akan pernah habis. Karena rahmat dan keberkatan-Nya manusia memperoleh rezeki dan meraih keberkatan dari rezeki tersebut.” (Khutbah Jumat, 10 September 1982, Khutbaat-e-Thahir, Jilid 1, Hal. 145)

Hadhrat Khalifatul Masih Al-Khamis a.t.b.a. bersabda:

Alhasil, pengorbanan-pengorbanan harta ini bukanlah suatu hal yang biasa, ini sangatlah penting. Ini adalah hal yang penting untuk memperkuat keimanan dan untuk menjadi pewaris karunia-karunia Allah Ta’ala. Terdapat begitu banyak riwayat mengenai bagaimana Allah Ta’ala sedemikian rupa memberikan buah atas pengorbanan-pengorbanan para sahabat. Para sahabat di masa awal sangat miskin dan lemah serta melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar, namun kapanpun datang himbauan pengorbanan harta dari Hahdrat Rasulullah Saw, maka mereka bekerja keras lalu membayar candah mereka untuk itu. Mereka berusaha untuk berlomba-lomba sesuai dengan kemampuan mereka untuk ikut serta supaya mereka menjadi orang-orang yang meraih qurub Allah dan Rasul-Nya, serta mendapatkan faedah dari keberkatan-keberkatan yang Allah Ta’ala tetapkan dan janjikan bagi mereka yang melakukan pengorbanan harta. (Khutbah Jumat, 6 Januari 2006)

Hudhur atba. lebih lanjut bersabda: 

“Zaman ini yang merupakan zaman Hadhrat Masih Mau’ud a.s., salah satu jihad di dalamnya adalah jihad pengorbanan harta, karena tanpanya tidak akan bisa menerbitkan literatur untuk mempertahankan Islam, tidak juga bisa menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam berbagai bahasa, tidak juga terjemahan tersebut bisa sampai ke penjuru-penjuru dunia, tidak bisa dibuka misi pertablighan, tidak bisa menyiapkan para Murabbi dan Muballigh, tidak juga bisa mengirim para Murabbi dan Mubaligh tersebut ke Jema’at-jema’at, tidak juga bisa mengkhidmati mereka yang kesusahan dengan perantaraan rumah sakit-rumah sakit. Alhasil, selama pesan Islam belum sampai ke seluruh pelosok dunia dan kepada setiap orang di berbagai penjuru dan selama keperluan-keperluan orang-orang miskin belum dipenuhi sepenuhnya, selama itu pula jihad harta ini harus terus berlangsung dan setiap Ahmadi wajib ikut serta di dalamnya sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya.” (Khutbah Jumat, 31 Maret 2006, Al-Fazl Intersional, 21 April 2006, Hal.6)

Peristiwa-peristiwa Menggugah Iman Sahabat-sahabat Masih Mau’ud a.s.

Seorang sahabat Hadhrat Masih Mau’ud a.s., Hadhrat Sai’ Diwan Syah Sahib menjelaskan mengenai alasan dirinya berkali-kali datang ke Qadian:

“Dikarenakan saya miskin, saya tidak bisa membayar candah. Saya biasa datang ke Qadian untuk menganyam charpai (Dipan yang terbuat dari anyaman tali) di kamar tamu.” (Ashaab-e-Ahmad, Jilid 13, Hal. 9)

Mia Muhammad Ahmad Sahib meriwayatkan dari Hadhrat Munsyi Zaffar Ahmad Sahib bahwa Almarhum Choudry Rustam Ali Khan Sahib, inspektur kereta api, mendapatkan gaji sebesar 150 Rupee perbulan. Beliau seorang yang mukhlis dan anggota Jema’at yang patut diceritakan kebaikannya. Beliau menyimpan 20 rupee setiap bulannya untuk kebutuhan rumah beliau dan seluruh sisanya beliau kirimkan kepada Hadhrat Masih Mau’ud a.s. dan ini selalu menjadi adat kebiasaan beliau. (Dikutip dari Register Riwayat Sahabat, Ghair Mathbu’ah Register, No. 13, Hal. 360, Riwayat Munshi Zafar Ahmad Sahib r.a.)

Hadhrat Khalifatul Masih Ats-Tsani r.a. bersabda:

“Allah Ta’ala telah menggerakan hati istri saya sedemikian rupa seperti halnya Dia telah menggerakan hati Hadhrat Khadijah r.a. untuk membantu Hadhrat Rasulullah Saw. Ia mengetahui bahwa berinvestasi di surat kabar adalah bagaikan membuang uang ke dalam sumur dan terutama di surat kabar yang penerbitnya adalah Mahmud yang mungkin orang paling hina saat itu. Ia memberikan dua perhiasannya kepada saya supaya dengan menjualnya saya bisa melanjutkan surat kabar tersebut. Salah satunya adalah cincinnya sendiri, yang kedua adalah cincin masa kecilnya yang ia simpan untuk digunakan oleh putriku, Nasirah Begum salamahallahu ta’ala. Saya saat itu juga membawa perhiasan-perhiasan tersebut ke Lahore dan saya menjual dua cincin tersebut seharga 525 Rupee. Ini adalah dana awal dari Al-Fazl. Al-Fazl senantiasa menyegarkan ingatan mengenai ketidakberdayaan saya dan pengorbanan istri saya. Sungguh benar bahwa wanita adalah seorang pekerja dalam diam. Permisalannya adalah seperti bunga mawar yang darinya dibuat parfum. Orang-orang mengingat toko tempat ia membeli parfum, namun tidak ada seorang pun yang ingat akan bunga mawar tersebut yang ia matikan demi menciptakan sarana kesenangan tersebut. Saya merasa heran bahwa jika Allah Ta’ala tidak menciptakan sarana ini, maka apa yang akan saya lakukan dan pintu pengkhidmatan mana yang akan terbuka bagi saya.” (Taarikh Lajnah Imaillah, Jilid 1, Hal. 16)

Jadi, alangkah beruntungnya kita bahwa Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita untuk menerima Imam Zaman. Beliau telah menerangi dan memperlihatkan kepada kita jalan untuk bertemu dengan Allah Ta’ala. Hadhrat Masih Mau’ud a.s. dan para Khalifah beliau a.s. menjelaskan kepada kita mengenai pentingnya pengorbana harta ini sehingga pekerjaan menyampaikan pesan Allah Ta’ala kepada setiap orang di dunia bisa dilakukan dengan baik. 

Alhasil, pengorbanan harta ini adalah Qardhah hasanah (pinjaman yang baik). Ini adalah suatu perniagaan yang karenanya manusia tidak akan mengalami kerugian, bahkan yang ada hanyalah keuntungan. Menjadi kewajiban kita untuk berusaha semaksimal mungkin untuk mengamalkan perintah-perintah Allah Ta’ala dan menegakkan standar tinggi pengorbanan sehingga sebagai hasilnya kita menjadi orang-orang yang meraih karunia-karunia Allah Ta’ala. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita untuk dapat mengamalkan hal ini. Aamiin. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penyejuk Mataku adalah Salat

Tujuh Makna Waqaf dan Tanggung Jawab Para Orang Tua Waqf-e-Nou

Bagaimana Menjalin Hubungan Yang Erat Dengan Allah Ta'ala?